Bandung, sehari bersama Preman

 



Kami turun di stasiun Cimahi pukul 19.45 WIB. Sekitar dua kemudian kereta api lokal Cibatuan melanjutkan perjalanannya. Ada alasan tersendiri kenapa aku memilih untuk turun di stasiun ini,  besok kalau Fajrixx dapet orang Cimahi maka akan menyenangkan bisa mengetahui lokasi geografis strategisnya agar bisa datang ke pelaminan dengan backpacker-an. Bdw, siapa Fajrixx? Ahsudahlaah. Mengingat belum shalat isya jadi aku ibadah dulu. Istirahat, setelah itu ke kamar mandi. Gala nunggu di depan mushalla stasiun.

Selang beberapa menit, suasana kamar mandi tiba-tiba jadi ramai. Namaku diteriakkan lantang, merasa sudah terkepung. Pintu kamar mandi seperti akan didobrak. Aku pun keluar dengan tangan di atas tangan. Tengok kanan-kiri sepi cuma ada aku, Gala, sama satu pegawai kebersihan. Pokoknya posisi itu kebingungan. TERNYATA OH TERNYATAAA, adalah kawanku si Hilmi a.k.a Preman Bandung dalam panggilan.

FYI: ponsel genggamku lumayan unik, dia kalau ditelpon dengan seluler langsung auto-ngangkat, pernah nih kejadian tidur di jadwal kuliah, si Preman juga yang nelpon berkali-kali sampai akhirnya pulsa doi abis, akunya masih aja tidoorr muehehe.

 

“Woy, di mana?”, kata Preman

“Kamar mandi, mik.”, jawabku sambil menghampiri Gala

“Anjay, buru keluar dah ditunggu di pintu barat”, pungkas Preman

Padahal nih yaa, aku belum bilang kalau sampai stasiun Cimahi. Mungkin jaringan intel beliau cukup mumpuni untuk melacak seorang unik, keren, dan tidak suka berfoya-foya seperti diriku ini. Keluarlah aku dengan menggendong Gala menuju pintu barat stasiun.

“Pojok kiri, tangan di atas!”, teriak Preman yang sudah menunggu di atas motor setan vixion andalannya. Aku mendatanginya, “sesuai aplikasi ya, Kang.” Asoy geboy jadi boti kita kayak kaum remaja salah pergaulan.

#np ERK-Kenakalan Remaja


Gas ditancap habis kopling dilepas. Lajur jalan yang awalnya ke timur ditrabas dari barat. LAH. Kadang usil si preman di jalanan yang nanjak, Gala hampir aja jatuh. Tapi kalaupun jatuh juga kedengeran sih. Dibawalah kami ke markas. Di sana ada Zakki, adiknya Preman. Doi lagi tidur, makanya tidak sampai hati mau teriak ”pojok kiri, tangan di atas”. Jadi kami singgah, dan mulai bersih-bersih sekitar pukul setengah sembilan DENGAN AIR YANG KAYAK ES WOYYYYY. Yaa begitulaah rasanya culture-shock dari Jakarta kota metropolitan yang geurah pisan euyy, lalu merasakan dingin pinggiran Bandung Raya. Gebyuran pertama, BYUURRRR AAAAAARRRGH

#np James Brown-I Feel Good

Dapur mengepul, si Preman sedang goreng bebek hasil rampok. Canda rampok. Jadi bebek ini adalah usaha dagang dari keluarga besarnya, lebih jelas adalah usaha milik tantenya. Gokil sih si Preman jago juga di penggorengan. Penggorengan upeti, candaa upeti. Yoks, makanan anget kami santap bersama ditemani siaran bola yang kami tidak tahu mana lawan mana di layar tv. Setelahnya pun, istirahat. Bener-bener istirahat, tidur.

Adzan shubuh berkumandang, aku bangun. Tapi tidur lagi *ADEGAN INI TIDAK UNTUK DITIRU. Pagi-pegi mah enaknya jalan-jalan, menikmati suasana sekitar rumah. Kata Akmal, “early bird, gets the worm.” Ga usah tanya artinya, tanya aja tuh siapa lagi si Akmal ini woyy!? Ya pokoknya gitu yaa. Beberapa menit kemudian kami bangun kok. Sembahyang pagi. Lanjut diajak Preman keliling ngambil uang upeti cari sarapan.



Jalan-jalan pagi, lihat ke kiri dan ke kanan ada gerobak tahu guling. Dengan rasa penasaran diriku bertanya, “Kang, gulingnya mana?” dikasihlah kami 2 porsi Preman. Uniknya di sini, kayaknya setiap warung memfasilitasi teh tawar anget. GRATIS *exclude jumbonya tidak boleh dibawa pulang. Setelah perut kenyang dan keliling komplek yang tidak s1mpel, kami kembali ke markas. Terbesit ingatan belum mandi karena suhu di sini kayak di Eropa *kayak pernah ke Eropa aja bang. Maka untuk kedua kalinya air dingin harus dihadapi sekuat nyali. Byur. AAAAAARRRGH

#np James Brown-I Feel Good

Agenda kedua kami adalah ziarah ke tempat teman seperjuangan. Bagian ini menjadi tulisan Tentang Inisiasi Perjalanan. Jadi akan mari kita skip ke agenda berikutnya.

Agenda ketiga, makan siang. Di mana? Kata Preman ada temennya buka kios kopi di daerah UPI (Universitas Pendidikan Indonesia), tepatnya di kantin Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung. Bisa tuh kepoin kios kopinya di instagram @pojokcemaracafe. Nah kalau kalian kepoin, bisa tengok tuh temennya Preman yang namanya Wiwi. Lebih detailnya yang matanya dua hidungnya satu. Coba aja cari. Dari semua menunya yang paling membuat saya merekomendasikannya untuk kalian adalah Lemonade.Resep lemonade di sini unik, seger dan bikin melek buger, pokoknya harus dicoba dah kalau mampir. Sayang. Setelah menyantap hidangan dari Wiwi, kita ngobrol tempat yang seru buat jalan-jalan di Bandung dan diusulkanlah Jalan Braga. Katanya banyak pemandangan has Eropa di sana. So, it will be  the next agenda.



Agenda keempat, jalan-jalan di Braga, ya walaupun cuma litterally jalan dari ujung sampai ujung lalu balik lagi ke ujung satunya. Biar ga dikatain, “belum ke Bandung kalau belum ke Braga.” Suasananya memang asik buat nyantai, tapi mungkin kami ke sana agak pagian kali jadi masih sepi. Ada cosplay ripper, satria baja hitam, hantu, dan mantan. Canda mantan. Sebagai orang yang jarang jalan-jalan bahkan di kota sendiri, hal-hal seperti ini terkesan unik. Lewat juga di terowongongan yang ada tulisan “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum.” Selesai menjalani Braga dan sekitarnya kami istirahat di Masjid Raya. Kerennya masjid ini adalah karena luas. Ada mini alun-alun di halamannya, biasanya dipakai kumpul-kumpul gitu. Kebetulan ada yang jualan es jeruk, mampirlah kami karena perjalanan keliling Eropa ini membuat kami deklinasi kehilangan cairan tubuh. BUT it’s not the best es jeruk karena di Purwakarta ada yang lebih menarik yang kalau diminum serasa kek iklan sprite aiiihaih auuuhhh. Coba baca ceritanya di sini.

Selain itu yang uniknya lagi dari masjid ini adalah parkirannya yang berada di bawah alun-alun mini tadi. KEEREEN GA TUHHH, kepikiran ga cara mereka rancang konstruksi sama kedepannya agar tetep kokoh kalau ada getaran kuat. Setelah memikirkannya tiba-tiba kami jadi seorang sok-insinyur dengan menebak ketidaktahuan sendiri dan tidak terasa siang sudah pukulashar. Adzan  berkumandang dan kami sembahyang sebelum kembali ke markas si Preman.




Karena ini hanya merupakan perjalanan singkat, maka sesampainya di markas kami langsung coba tebak ngapain, packing? Makan? Nyari oleh-oleh? Salaah. Kami tepar tidur *adegan ini tidak untuk ditiru di rumah. Bukan karena males sebenernya, tapi dah bingung mau kemana lagi, dan kebetulan badan juga mulai tidak enak. Entah karena seriawan atau emang apalah ga tau lagi ga fit pokoknya. Bangun-bangun langsung bangunin Gala buat beres-beres, mandi, dan menunggu shalat maghrib. Kebetulan ada temen yang jualan angkringan di sekitar ITB. Nah rencananya mau makan di sana, tapi nunggu sekalian maghrib biar ga buru-buru tuh nanti makannya. Ditemanilah lagi kami dengan siaran bola di tivi lokal yang nggak tahu mana-lawan-mana yang penting saya dukung yang menang yang kalah jangan berkecil hati lain kesempatan kalau aku ke Bandung nginep markas Preman nanti ta lihat lagi. Maghrib done. Langsung tancap gas lepas kopling untuk kesekian kalinya menuju kampus teknologi Bandung. Sesampainya di lokasi kami cuma plonga-plongo mondar-mandir ga jelas karenaaa... GADA ANGKRINGANNYA AAAIIIHHHAAIIIHHHAAAUUUHHH.

Kesalahan pertama adalah karena lupa sengaja tidak ngabarin temen kalau mau ke sana, rencananya mau surprise gitu yakaaan. Eh malah kami bertiga yang di-surprise-in. Setelah berbinun-binun ria, kami coba stalking instagram mantan namanya @angkringanguyon_bdg dan menggunakan fitur pesan langsung biar terkonfirmasi sekaligus terlihat misterius. DAN TERNYATAAAA angkringannya tutup dikarenakan satu-dua-dan lain hal. Aaaiihh gagal surprise batinku. Yaudah untuk menentramkan batin kami ke masjid Salman yang ada free refill fresh water asoy geboyy lagi-lagi unik. Selesai sembahyang malam kami akhirnya memutuskan makan apa saja yang penting makan karena setelah ini mau perjalanan lagi naik kereta. Dan sini aura-aura tidak enak badan menjadi kuat. Makan di penyetan paling ujung di kerumunan area makan malamnya ITB memang paling cihuyy. Mungkin karena lapar dan juga ga jadi mencicipi angkringannya temen Bandung. Selesai makan barulah kondisi semakin pareuh pisan. Tiba-tiba jadi demam, bibir pecah-pecah, ga mau ngomong, murung. Takut menjadi sesuatu yang iya-iya, aku request  ke Preman buat nyari apotik terdekat di perjalanan ke Kiaracondong. Sialnya selama perjalanan apotik pada tutup hingga kami bertiga sampai di stasiun.



Menunggu antrian masuk peron si Preman tiba-tiba menghilang. Asoy geboy ta kira pulang ga pamitan, seharusnya kan itu peranku sama Gala. Ternyata si Preman nyari obat di kios-kios kecil yaa mayanlah buat pertolongan dulu karena aku bilang ke Preman setelah ini masih ada perjalanan yang menunggu. Dengan sedih dan diterpa angin malam yang canggung, kami berpisah yang sebelumnya kami meminta orang untuk mengambil foto kami berdua yang hasilnya yaa kalian tau sendiri, ini adalah kesalahan kedua karena meminta foto orang acak tanpa memberikan arahan yang tepat. 

Ahsudahlah. KAMI PAMIT, terima kasih Bandung dan segala isinya walau hanya 24+ jam kita bersua, but next time maybe we’ll meet again with a great agenda ((: dan juga Preman sekeluarga beserta kawan-kawannya, hatur nuhun man!

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Lingkungan Sekitar

Bukan Quarter Life Crisis

Chapter XXICXXIX: Lelaki