Tentang Lingkungan Terkecil

Tulisan "Tentang Lingkungan Sekitar" diawali dengan momen ketika aku meninggalkan kampung halaman. Sebelum itu, sebenarnya ada lingkungan yang lebih dekat lagi yang belum aku ceritakan, yaitu keluarga. Ketika aku membuka mata untuk pertama kalinya, dunia yang kulihat adalah wajah-wajah mereka. Suara pertama yang kudengar adalah suara mereka yang berbahagia menyambut kedatanganku, disambut dengan lantunan adzan oleh seorang Bapak yang menandai awal perjalananku di bumi ini. Nafas pertama yang kuhirup adalah nafas kebebasan untuk menjelajahi kehidupan yang fana. Langkah pertamaku membekas di jalan-jalan pedesaan di pinggiran ringroad Jogja, tempat di mana aku pertama kali belajar. Dari sana, aku bersiap menapaki jalan yang lebih luas, menjelajahi dunia dan segala isinya.


Berasal dari keluarga kecil di desa memberikanku banyak pengalaman untuk diceritakan, bukan bermaksud untuk mengerdilkan orang kota. Hanya saja aku memulai langkah pertama di Jogja yang setengah dari hidupku sekarang telah dihabiskan di sana. Banyak yang ingin aku bagikan dalam tulisan ini, mari kita awali dari kutipan terkenal J. Imam,


 “Orang-orang desa berbahagia sebab mereka membahagiakan yang lainnya....”


Mengingatkan, jika kalian mendapatiku berbuat demikian, itu adalah buah hasil orang-orang desa yang menyemaiku dengan hal serupa.


Namun, tidak dipungkiri memang ada bagian hidupku yang aku habiskan di kota tanpa sepengetahuan waktu. Tempatku menggali idealisme dan pengetahuan global yang belum sampai ke dalam pelosok. Kota memberikan kebaikannya melalui ilmu yang datang dari segala arah, membawa arus globalisasi yang perlahan membentuk sikapku terhadap sesama. Tidak mudah memang, memilah apa yang harus diterima dengan yang harus dijaga pada arus budaya yang deras. 


"Jadilah orang yang berwawasan global, namun tetap berkearifan lokal."


Kalimat di atas adalah hal yang ditanamkan Bapak kepadaku ketika masih SMP. Terdengar aneh memang jika anak berusia 14 tahun diberikan wejangan demikian. Namun, tidak dipungkiri semua yang Bapak ajarkan adalah yang menyiapkanku untuk fase berikutnya, bisa dibilang Bapak adalah sosok guru besar dalam kehidupanku. Seolah Bapak telah mengatur dengan cermat bekal apa yang pantas diberikan kepada seorang lelaki untuk bertualang di dunia ini. Bekal itu tentu tidak menjamin aku menjadi orang hebat, tapi mungkin memang bukan itu tujuan Bapak. 


"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain."


Berat mengutip kalimat tersebut, bukan juga berarti aku menasbihkan kemanfaatanku bagi sesama. Aku akan selalu senang jika bisa membantu sebisa yang aku mampu. Namun, melihat diriku yang sekarang, masih banyak yang harus ditingkatkan untuk bisa berguna bagi sesama, apalagi bangsa dan negara. Aku memang bukan orang yang mempunyai kekuatan spiritual atau hal yang lebih yang bisa diunggulkan, bekalku hanyalah kesederhanaan. Berasal dari keluarga di pinggiran kota Jogja, aku hanya akan terus bekerja keras untuk bisa bermanfaat bagi semua. Mengingat apa yang diinginkan Bapak untukku adalah menjadi orang baik yang selalu menghargai kebaikan, sekecil apapun, dengan kebaikan yang lebih. 


Pada akhir hayatnya, Bapak memenuhi tugas sebagai ASN, memang bukan tugas yang extraordinary jika dipandang dengan sudut organisasi, sekadar mewakili bupati dalam pelepasan haji di kantornya. Bahkan bisa dikatakan tanpa kehadirannya pun adalah tidak ada perbedaan, hanya satu kursi kosong di antara hiruk piruk acara. Namun, pasti bukan itu yang ada di pikiran beliau. Meski waktunya hampir tiba, Bapak tetap melaksanakan tugasnya hingga selesai. Setelahnya, meninggalkan satu kursi kosong di hati kami sekeluarga. Bapak adalah sosok yang selalu mengajarkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang sepenuh hatinya, dari tanggung jawab sekecil apapun yang diamanahkannya.


Akhir kata, unggahan ini dimaksudkan untuk menambahkan bagian penting dari tulisanku Tentang Lingkungan Sekitar bahwa, “…aku dikelilingi orang-orang baik”. Lebih dekat lagi, aku menjadi baik bukan hanya karena lingkunganku yang baik, tetapi karena Bapak yang dalam sepanjang nafasnya tidak pernah berhenti memberikan dasar-dasar etika sekaligus menjadi teladan baik bagiku dan juga semua di sekitarnya. Mengingat setiap kepulanganku dari perantauan, beliau selalu mengingatkan aku untuk tidak pernah bosan menjadi orang baik. Saya bersaksi Bapak adalah orang baik. 


Selamat pensiun, pak, suwargi langgeng. 

Sampai jumpa di sisi-Nya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Lingkungan Sekitar

Bukan Quarter Life Crisis

Chapter XXICXXIX: Lelaki