Cibodas, turun dengan penuh kesabaran




Masih ada cerita dari wisata Pangrango kemarin. Setelah bermalam dan berkemah sambil bersantai di Surya Mandalawangi, kami turun. Ya kali mau berminggu-minggu di puncak gunung. Walaupun sebenarnya enak mungkin jika demikian. Namun ada hal yang harus dipahami, alam memerlukan waktunya sendiri untuk memulihkan. Manusia dapat berpartisipasi dalam pemulihan alam dengan tidak mencampuri urusannya sama sekali. Kadang hal ini sering terlupakan di pikiran para pecinta alam, tapi kalau beneran cinta alam, pasti bakalan paham.

Oke, paham kan?

 

Lanjut kita kembali ke basecamp. Disambut hangat oleh kang Hendrik Family, dibuatin teh anget, ditawari nasi rames, disuruh rebahan, dikasih sertifikat tanah plus akses tak terbatas ke Pangrango. Nggak lah cuy, becanda ni Akmal. Dari itu semua, pilihan kami jatuh pada makan! Walau dah dekil banget mirip Rambo pas kesasar di Vietnam. Selesai makan kita pulang. Lah ga mandi dulu bang? Mandinya di masjid pinggir jalan nanti dicari, biar berkaaah, a nya tiga!!!

Dan sebenarnya, cerita baru bermula dari sini.




Sesampainya di laut masjid jauh teramat dari kita tengok kanan-kiri dulu, nyari kotak amal. Mau masukkin boossss bukan nyolong. Tapi tidak ketemu, yah mungkin belum jodoh. Bongkar muatan keril cari baju ganti malah nemu gelas sama piring kang Hendrik. BUUSSEEETTTTT, lupa sudah kalau minjem gelas sama piring. Dari titik ini aku memutuskan untuk balik mengembalikan dan meninggalkan Akmal di masjid. Awalnya mau hompipa, tapi kami tidak ingin main petak umpet. Yaudahlah. Sampai di basecamp ketemu kang Hendrik’s Family lagi. Disambut hangat oleh kang Hendrik Family, dibuatin teh anget, ditawari nasi rames, disuruh rebahan, dikasih sertifikat tanah plus akses tak terbatas ke Pangrango. Tanpa kalian sadari kalimat sebelum ini sudah dituliskan di paragraf sebelumnya.

 

Oke, masalah gelas dan piring dah selesai, kembali kuturun ke masjid tempat Akmal bernaung dari panasnya api matahari. Jemput beliau dan gas menuruni puncak via Cibodas. Jam sudah menunjukkan siang, dan ternyata MACEETTNYA WAARBIASAAH. Akmal tetap tenang, karena memang sedang senggang jadi ngapain ngerjar waktu? Ngapain juga waktu dikejar? Di sini aku mulai merasakan gelisah, keringetan, juga degdegan, karena REM BLOONNGGGG SAT. Setiap macetnya gerak, KEDUA KAKI BANTU TURUUNN JADI BACK UP REM MOTOR. Udah gitu sekali nabrak vespa yang ngerem mendadak, untung masnya baekkk. TAPI YA KIRA-KIRA MASS, REM MENDADAK DI DEPAN SINI NURUNIN KAKI PERLU PROSES BUAT NGURANGI KECEPATAN. Pengen teriakkk tolong, pengen pakai bantuan 50:50. Akmal nawarin substitusi, but a real hero remains accountable till the end. Capek.

 

Untung sampai kota ditraktir makan Akmal. Ayam geprek satt! Biar semakin membara jiwa patriot turun dari puncak Cibodas ini.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Lingkungan Sekitar

Bukan Quarter Life Crisis

Rezeki/Nikmat