Tubuh yang Dipulangkan, Keadilan yang Tidak
kulihat lehernya patah
bukan karena motor yang terpelanting
melainkan sepatu bot yang menari
di tubuh yang tak lagi melawan
perutnya biru,
seperti ladang tempat dendam dipanen
dengan tapak demi tapak,
punggungnya bercerita
tanpa kata, tanpa suara
ada bekas gas air mata,
tapi yang lebih pedih
adalah luka yang tidak pernah ditangisi
oleh mereka yang memberi perintah
lalu mencuci tangan dengan sebatas pernyataan
ayahnya tak diberi kronologi,
hanya disodori surat yang berisi
larangan membuka kebenaran
"tidak boleh otopsi",
"tidak boleh menuntut",
padahal yang ia tuntut hanya satu:
kenapa anaknya pulang
dalam keadaan remuk?
apakah kau bisa membayangkan?
Tubuh yang Dipulangkan, Keadilan yang Tidak
jika itu anakmu?
jika itu saudaramu?
jika itu temanmu?
besok siapa lagi?
atau kita semua yang berbaring
dengan pelipis sobek dan leher diputar
untuk menyamakan wajah kita
dengan foto KTP
kemarin kita berkata,
"hari ini Affan, besok siapa?"
dan selanjutnya Reza,
lalu masih ada delapan nama
yang mulai sunyi disebut berita
sampai kapan nyawa hanya angka?
kita sudah belajar saat pandemi
bahwa satu nyawa adalah sangat berharga
tapi hari ini, kenapa kita bodoh kembali?
kalau nyawa masih bisa dibarter
dengan narasi keamanan,
lalu apa bedanya kita dengan
teroris? zionis?
kalau butuh ratusan untuk sadar,
ingat, itulah cara berpikir
tentara-terntara Israel
sedikit demi sedikit
hingga satu bangsa hilang dari peta.
dan jika kalian masih menganggap enteng nyawa,
lupakan preambule negara
tak perlu lagi berkata
"melindungi segenap tumpah darah"
jika tumpah darahnya
kalian lakukan sendiri.
Bangsat.
kalian, polisi Keparat.
apa kau kira aku bersuara
karena tidak kenal seorangmu
aku punya teman, saudara,
tapi itu tidak menghapus
apa yang telah polisi lakukan
dan yang pasti,
yang mati tak akan kembali.
Comments
Post a Comment