Chapter XXICXXIX: Lelaki

 


Sudah beberapa bulan lalu, sejak hiatus pandemi, akhirnya lembar petualangan di hidup yang singkat ini terisi kembali. Barangkali memang sudah disiapkan waktu yang tepat untuk bergerak bangun dari kegelisahan tentang apa kebermanfaatan diri ini diciptakan di muka Bumi. Bisa jadi kegelisahan itu mendorong doa-doa yang sudah dipanjatkan mengetuk pintu langit. Kisah baru yang sudah siap untuk dipertunjukkan pada panggung kehidupan, dalam hal ini kehidupan penulis, minimal. Apapun sebabnya, petualangan baru telah menanti dan seorang lelaki menerima panggilan-Nya. Menuju kota sedang paling timur di Indonesia.


Kalau ada yang tanya ngapain, mungkin jawaban paling diplomatis adalah menanam cinta. Seperti yang pernah Rumi syairkan, “Dengan hidup hanya sepanjang tarikan nafas jangan tanam apa-apa kecuali cinta.” Selain itu, mungkin ada petualangan lain yang diamanahkan, sok-asik-ini-asli-bahasanya-aihaihauuuhhh. Jawaban seperti itu memang tidak memuaskan pertanyaan seutuhnya dan sebatas mencari aman pastinya.

Bukannya apa tapi bukannya bukan petualangan namanya tanpa menanam cinta. Keduanya adalah hal wajib yang saling melengkapi satu sama lain juga harus dilakukan di setiap sisi kehidupan. Tidak perlu menjadi seorang pejalan yang pergi jauh ke mana entah. Hidup ini adalah petualangan! Masing-masing tuan berdikari memilih arahnya. Sepakat?! Kalau sudah pasti tersirat pertanyaan yang penulis sendiri masih belum menemukan jawaban jelasnya.

Masa sih jauh-jauh ke ujung timur negara hanya sekadar berpetualang menanam cinta? Tapi memang begitu adanya. Setidaknya, ketika tulisan ini terbit dan terbaca oleh anda sekarang, penulis masih belum menemukan alasan lain. Lebih dari itu, penulis memilih untuk mengesampingkan hal tersebut dan meninggalkan catatan, What You Seek is Seeking You. 

P.s. tulisan akan diupdate jika jawaban utuh dari penulis telah dijelaskan.

 

Sebelum itu boleh jeda sambil dengerin Lagu Pejalan dari Sisir Tanah.

 

Berada jauh dari tanah kelahiran membuat semua terasa begitu cepat. Jarak yang terlampau jauh dengan waktu bertemu kembali yang singkat menjadikan berlalu terasa cepat. Memang semua diciptakan dengan suatu alasan. Temanku pernah menuliskan tentang jarak sebagai dalih untuk merawat rasa bosan. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah sebelumnya memang benar-benar bosan atau sebegitu bosankah sehingga Tuhan menghadiahi petualangan yang bahkan tidak terbayang sebelumnya. Ehh tapikan petualangan memang seharusnya unpredictable, kalau gampang ditebak mah ga seru kurang menantanglaaah kasih kasih kasih. Iya ga? Iyain aja udah.


“Orang-orang memastikan keamanan hari esok di kota, kata dan angka. Namun hidup tidak pernah pasti. Tidak ada yang aman. Segalanya petualangan.”

-Jazuli Imam, Jalan Pulang

 

Petualangan adalah hal yang mengasyikan untuk semua orang. Iyaa, UNTUK SEMUA ORANG. Penulis setuju mencatatkan bahwa setiap orang memiliki petualangannya sendiri. Jika ada yang bilang kalau seorang petualang haruslah yang bisa survive ditaruh di belantara sendiri, yaa tergantung bisa jadi iya bisa jadi tidak. Petualangan tidaklah mesti sesuatu yang terlihat ekstrem atau berbahaya. Seru memang harus, nekat adalah opsional dengan perhitungan tentunya. Semua yang membutuhkan keberanian di situ ada petualangan.

Seorang lelaki harus berani. Entah itu mengembara ke ujung dunia lalu menaklukkan dirinya sendiri atau sebatas mengerjakan sesuatu di luar nalar. Bisa juga menjalankan pekerjaan yang terkesan sepele, namun tidak ada yang berani mengerjakan. Pokoknya, BERPETUALANGANLAH KALIAN PARA LELAKI! Jangan cuma mangkir di kehidupan yang singkat ini. Namun ingat, selalu, ada tempat untuk kembali dan pastikan untuk merawatnya bahkan selagi menjadi manusia paling sibuk di petualangan. Ketika duniamu runtuh, kembalilah dalam keadaan hidup sehidup-hidupnya.

Selamat berpetualang dan jangan lupa pulang.

 

 #np: Sal Priadi - Kita Usahakan Rumah Itu

 

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Lingkungan Sekitar

Bukan Quarter Life Crisis